Periuk Beranak

Nasrudin meminjam periuk kepada tetangganya. Seminggu kemudian, ia mengembalikannya dengan menyertakan juga periuk kecil di sampingnya. Tetangganya heran dan bertanya mengenai periuk kecil itu.

“Periukmu sedang hamil waktu kupinjam. Dua hari kemudian ia melahirkan bayinya dengan selamat.”

Tetangganya itu menerimanya dengan senang. Nasrudin pun pulang.

Beberapa hari kemudian, Nasrudin meminjam kembali periuk itu. Namun kali ini ia pura-pura lupa mengembalikannya. Sang tetangga mulai gusar, dan ia pun datang ke rumah Nasrudin.

Sambil terisak-isak, Nasrudin menyambut tamunya, “Oh, sungguh sebuah malapetaka. Takdir telah menentukan bahwa periukmu meninggal di rumahku. Dan sekarang telah kumakamkan.”

Sang tetangga menjadi marah, “Ayo kembalikan periukku. Jangan belagak bodoh. Mana ada periuk bisa meninggal dunia!”

“Tapi periuk yang bisa beranak, tentu bisa pula meninggal dunia,” kata Nasrudin, sambil menghentikan isaknya.

Sumber: Kumpulan Anekdot Nasrudin Hoja

Mengajar Keledai Membaca

Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata, “Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya.”

Nasrudin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu dan membuka sampulnya.

Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman akhir. Setelah itu si keledai menatap Nasrudin.

“Demikianlah,” kata Nasrudin, “Keledaiku sudah bisa membaca.”

Timur Lenk mulai menginterogasi, “Bagaimana caramu mengajari dia membaca?”

Nasrudin berkisah, “Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik-balik halaman buku dengan benar.”

“Tapi,” tukas Timur Lenk tidak puas, “Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya?”

Nasrudin menjawab, “Memang demikianlah cara keledai membaca, hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya kita disebut setolol keledai bukan?”

Sumber: Kumpulan Anekdot Nasrudin Hoja

Mengapa Perlu Ke Gereja

Dalam rubrik Surat Pembaca di sebuah majalah gereja, ada seorang yang mengirimkan surat sebagi berikut:

“Saya sudah pergi ke gereja selama 30 tahun. Selama itu saya telah mendengar ribuan kali khotbah. Tetapi hingga kini saya tidak bisa mengingat satu per satu khotbah yang pernah saya dengar itu. Jadi, rasanya saya telah memboroskan banyak waktu, begitu juga para pendeta itu dengan khotbah-khotbah mereka.”

Surat itu memicu banyak tanggapan dari majalah tersebut. Sampai akhirnya seorang pembaca lain menulis sebagai berikut:

“Saya sudah menikah selama 30 tahun. Selama itu istri saya telah memasakkan ribuan kali untuk saya. Hingga kini saya tidak bisa mengingat satu per satu masakan istri saya. Tetapi saya tahu bahwa masakan-masakan itu telah memberikan tubuh saya kekuatan yang diperlukan untuk hidup sampai sekarang.”

Riddles in the Dark

1. What has roots as nobody sees, is taller than trees, up, up, up it goes, and yet never grows?

Answer #1

Mountain

[collapse]

2. Thirty white horses on a red hill, first they champ, then they stamp, then they stand still.

Answer #2

Teeth on Chestnuts

[collapse]

3. Voiceless it cries, wingless flutters, toothless bites, mouthless mutters.

Answer #3

Wind

[collapse]

4. An eye in a blue face saw an eye in a green face. “That eye is like to this eye”, said the first eye. “But in low place not in high place.”

Answer #4

Sun shining on daisies

[collapse]

5. It cannot be seen, cannot be felt, cannot be heard, cannot be smelt. It lies behind stars and under hills, and empty holes it fills. It comes first and follows after, ends life, kills laughter.

Answer #5

Dark

[collapse]

6. A box without hinges, key or lid, yet golden treasure inside is hid.

Answer #6

Egg

[collapse]

7. Alive without breath, as cold as death; Never thirsty, ever drinking, all in mail never clinking.

Answer #7

Fish

[collapse]

8. No-legs lay on one-leg, two legs sat near on three legs, four legs got some.

Answer #8

Fish on a little one-legged table, man at table sitting on a three-legged stool, the cat gets the bones.

[collapse]

9. This thing all things devours: Birds, beasts, trees, flowers; Gnaws iron, bites steel; Grinds hard stones to meal; Slays king, ruins town, and beats high mountain down.

Answer #9

Time

[collapse]

10. What have I got in my pocket?

Answer #10

A ring

[collapse]

Sains – Penjaga Abadi Piramid

Apa yang berjalan
empat kaki kala pagi,

dua kaki kala siang,
tiga kaki kala senja,
dan kembali empat kaki kala malam?

Bayangkan kita sedang berada di suatu jalan setapak menuju kota dan tiba-tiba melompat seekor makhluk berkepala manusia, berbadan singa, bersayap pula yang menanyakan teka-teki diatas. Salah menjawab akan berakibat fatal, badan kita akan dicabik-cabik sebelum dimakan dengan buas oleh makhluk gado-gado gabungan beberapa spesies tersebut.

Untuk yang akrab dengan cerita mitologi Yunani, pasti sangat akrab dengan cerita tersebut. Makhluk yang menghadang tiap pejalan kaki tidak lain adalah Sphinx. Patung Sphinx yang tersisa dan yang paling terkenal, kita ketahui menjaga tiga piramida besar di Mesir. Dalam mitologi, Raja Thebes sangat khawatir dengan keberadaan Sphinx di persimpangan jalan menuju kotanya. Tiap pejalan kaki takut menuju Thebes dan menjadikannya kota mati. Akhirnya Raja Thebes membuat sayembara, siapa yang berhasil mengusir Sphinx, bagaimanapun caranya, akan menjadi Raja Thebes. Sebenarnya cerita ini khas dongeng sekali. Kerajaan bermasalah? Cek. Raja sudah tua? Cek. Sayembara dengan hadiah besar? Cek. Pahlawan yang berhasil menyelesaikan masalah? Cek.

Oke! Singkat cerita, pahlawan yang namanya Oedipus berhasil menjawab teka-teki Sphinx. Jawaban Oedipus, makhluk yang dimaksud adalah manusia. Ketika pagi, sewaktu bayi, berjalan dengan empat kaki. Kala dewasa, siang hari dua kaki. Senja kala renta, 2 kaki dengan bantuan tongkat. Malam hari kala sekarat, merangkak mendekati kematian. Keberhasilan Oedipus menjawab teka-teki membuat Sphinx tidak berdaya dan mudah dikalahkan. Badan Sphinx lalu diangkut oleh keledai ke kota untuk bukti kemenangan. Dan seperti di dongeng-dongeng, Oedipus pun menjadi Raja. Sebenarnya cerita lanjutannya menarik, tapi bukan fokus tulisan ini. Cerita detailnya kenapa ada nama Oedipus complex dan bagaimana nasib Oedipus bisa dibaca disini.

Cerita tentang Sphinx ternyata bukan hanya dongeng belaka. Banyak perumpamaan yang ada di cerita ini. Sepertinya pengarang mitologi Sphinx ingin menyampaikan suatu pesan yang halus tentang Sains. Sphinx dengan penggambaran muka perempuan, seperti sains yang menawarkan keindahan mencandra alam semesta. Tapi Sphinx juga digambarkan bersayap dan mempunyai cakar. Sains juga memiliki sifat yang sama, dapat menerbangkan ide dari satu individu ke individu lainnya. Tapi Sains juga mempunyai cakar yang tajam, yang menoreh dalam ke dalam pikiran. Dengan pertukaran argumen serta empirisme data, sains merobek persepsi lama tentang dunia yang kita kenal.

Posisi Sphinx yang berada di atas bukit menggambarkan bahwa sains senantiasa terlihat jauh dari jangkauan. Ketika manusia dalam perjalanannya mendekati Sphinx, ia melompat menghadang dan mengajukan pertanyaan. Manusia dalam perjalanan kehidupan membangun peradaban, akan menjumpai masalah, dalam cerita digambarkan sebagai Sphinx. Jikalau ia bisa memecahkan masalah dengan metode sains, maka ia akan mendapat kejayaan. Kita bisa lihat di rentang sejarah, peradaban yang berhasil menyelesaikan masalah-masalah mereka seperti pangan, pertanian, penyakit bahkan bencana alam akan menjadi peradaban yang maju dibanding sekitarnya. Benarlah seperti yang dikatakan Kelly Clarkson di lagunya “What doesn’t kill me, will make me stronger”. (Friedrich Nietzsche seorang filsuf Jerman adalah orang yang pertama kali mengucapkan kalimat tersebut.)

Hal ini pula yang membuat bangsa Mesir meletakkan Sphinx di depan piramid-piramid mereka. Bukan sebagai makhluk mitos yang menerbitkan tahayul dan ketakutan pada orang-orang yang melihatnya. Bangsa Mesir kuno seakan menantang para manusia setelah mereka. Jika ingin mengetahui isi dan rahasia piramid, lewatilah teka-teki (Sphinx) dan pecahkanlah dengan Sains.

Apakah analogi Sains sebagai Sphinx berhenti sampai disini? Belum. Setelah dikalahkan oleh Oedipus, Sphinx hanyalah jasad yang dapat diangkut oleh keledai. Tidak ada satu pun orang yang takut memegang Sphinx lagi. Hal yang sama berlaku di sains, ketika suatu formula, teori, hukum dicetuskan oleh Saintis, maka siapa pun dapat mempelajarinya dengan mudah. Bayangkan bagaimana “mudahnya” kita memahami gerakan orbit planet dengan hukum Newton. Tapi sebelumnya? Bahkan para filsuf Yunani masih berdebat mengapa batu yang dijatuhkan dari atas tiang kapal yang berjalan, jatuh tepat di bawah tiang, bukan bergeser sedikit. Sama halnya di Teori Evolusi, bahkan sahabat dekat Charles Darwin, Huxley bilang gini, “Simpel sekali teori ini, coba aku yang nemuin.” Contoh terakhir, untuk kita, mudah memahami bagaimana DNA menginstruksikan sel menjadi protein. Tapi generasi orang-tua kita yang bersekolah di tahun 60 dan 70-an mungkin belum mendapat pengetahuan ini. Wong DNA strukturnya aja baru ketemu tahun 60-an.

Sphinx menerima teka-teki dari dewa-dewi penyanyi Muse yang selalu membuat syair-syair indah. Teka-teki yang indah jika diucapkan oleh Muse, berubah menjadi ancaman. Di tangan Sphinx, teka-teki dari Muse menjadi penentu nasib manusia yang sial bertemu dengannya. Apakah analogi sains tersembunyi pula disini? Bisa jadi. Sains pada ranah akademis memang sesuatu yang menyenangkan. Tidak heran banyak orang merasa nyaman di kepompong akademik mereka. Tidak mau beranjak ke dunia kerja yang kejam. Tapi ketika masalah di dunia nyata, Sains berubah menjadi monster yang kejam. Salah membuat kalkulasi atau gagal menerka hukum alam, maka kematian menunggu di ujung jalan. Cerita Scott & Amundsen dua penjelajah Antartika, cocok untuk menggambarkan kejamnya alam dan sains jika kita salah menjawab “pertanyaan”.

Kesuksesan dalam menjawab pertanyaan Sphinx atau sukses menerka teka-teki alam, berhadiah kejayaan dan kesuksesan. Orang yang menguasai sains dan teknologi akan menguasai alam beserta manusia di dalamnya. Tidak heran Augustus Cesar menggunakan gambar Sphinx sebagai cap resmi kerajaannya. Simbol yang mengandung pesan pada wilayah-wilayah jajahan Roma seterang matahari di musim panas.

“Roma yang maha kuat menguasai Teknologi dan Manusia sekalian.”

Sumber: prasdianto.blogspot.co.id

The Riddle Of The Sphinx

Which creature walks on four legs in the morning, two legs in the afternoon, and three legs in the evening?

Answer

Man. He crawls on all fours as a baby, then walks on two feet as an adult, and then walks with a cane as an old man.

[collapse]

Quote #48

It is only when you see a mosquito landing on your testicles that you realize that there is always a way to solve problems without using violence.

Anonymous

Trik Sulap Kartu #1

Pilih satu kartu yang terdapat pada Card Deck #1 di bawah ini.

Card Deck #1

Card Deck #1

[collapse]

Tutup gambar Card Deck #1 diatas kemudian buka gambar Card Deck #2 dibawah. Kartu yang Anda pilih sekarang telah lenyap.

Card Deck #2

Card Deck #2

[collapse]
Hint

Jangan terpaku pada kartu yang Anda pilih.

[collapse]