Adakah orang yang rela mati demi orang lain? Kalaupun ada, pasti masih bisa dihitung dengan jari. Adakah orang yang mau mengorbankan dirinya sendiri, supaya orang lain bisa tetap hidup dan terbebas dari hukumannya? Kalaupun ada, itu semata hanya karena “KASIH“. Tidak mungkin ada musuh yang rela mati demi musuhnya. Tidak mungkin ada orang yang hatinya sudah disakiti tapi masih tetap mau mengorbankan dirinya sendiri demi orang yang sudah menyakiti hatinya itu. Tidak akan mungkin ada orang yang merelakan dirinya demi orang yang tidak dia kenal. Tidak akan mungkin ada orang yang rela mengorbankan sesuatu demi orang yang belum dikenalnya. Kalaupun ada, itu semata hanya karena “KASIH“.
Berikut ilustrasi yang semoga dapat mendeskripsikan seperti apa “KASIH” itu.
Di sebuah kerajaan hiduplah seorang raja dan anaknya. Pada awalnya mereka berhubungan sangat dekat dan damai sejahtera di kerajaan. Tidak ada yang dapat merenggangkan hubungan mereka.
Namun, suatu saat ada seorang hulubalang berniat menghancurkan raja. Dia cemburu karena raja sangat dielu-elukan oleh rakyat, sementara dia, hanya seorang hulubalang. Untuk menghancurkan raja, si hulubalang terus mencoba mencari-cari titik kelemahan raja. Namun semakin dia mencari, semakin dia cemburu pada kehebatan-kehebatan raja.
Akhirnya, dia menyerah dan mengurungkan niatnya. Tapi di saat dia hendak berhenti mencari cara, si hulubalang mendapat ide. Ide yang disebutnya “brilliant” itu adalah menghancurkan anak satu-satunya raja. Dia tahu bahwa pangeran adalah satu-satunya yang paling berharga bagi sang raja.
Singkat cerita, si hulubalang membuat skenario seakan-akan pangeran diculik oleh penjahat, padahal sesungguhnya dialah penjahatnya. Raja sangat sedih kehilangan puteranya, putera yang telah diangkat menjadi anak sendiri, karena dulu raja telah memutuskan untuk tidak menikah selama raja memerintah di kerajaan. Ketika itu raja baru saja berhasil mengamankan perang di salah satu desa kerajaannya. Namun saat dia ingin menikmati kebahagiaan itu bersama puteranya, dia malah mendengar berita bahwa pangeran menghilang. Raja dirundung kesedihan yang mendalam, namun apapun ceritanya dia harus tetap memerintah kerajaan, karena ini adalah amanat dari ayahnya (raja pendahulunya).
Tapi sesungguhnya si hulubalang-lah yang menghasut pangeran. Dia yang mengatakan bahwa raja sudah tidak menyayangi dirinya lagi, raja terlalu sibuk dengan urusan-urusan kerajaan. Memang, belakangan ini raja sangat sibuk karena terjadi perang saudara di desa kerajaannya. Tentu saja pada saat itu pernyataan hulubalang adalah benar dan masuk akal bagi pangeran. Si hulubalang terus-menerus menghasut pangeran, mengajarinya bergaul dengan orang-orang pinggiran kerajaan yang notabene adalah penjahat. Mereka adalah penjahat yang melarikan diri dari kejaran tentara kerajaan yang mengamankan peperangan itu.
Mereka tampak seperti singa yang kelaparan saat melihat kedatangan hulubalang dan pangeran. Mereka sangat membenci raja, dan itu sejalan dengan niat hulubalang. Mereka akhirnya berkomplot untuk menghancurkan raja. Mereka mengajarkan pangeran tentang semua yang jahat, merampok, menghajar orang, dan yang lainnya. Mereka mengatakan bahwa dengan cara itu pangeran nantinya akan memperoleh kasih sayang dari ayahnya kembali. Jika pangeran menjadi nakal dan ikut menghancurkan kerajaan, maka raja akan segera diturunkan dari singgasana, raja tidak akan sibuk lagi, sehingga raja bisa selalu menyayangi dirinya seperti yang diharapkannya.
Pangeran yang malang. Tanpa waktu lama mereka telah mencuci otak pangeran, mereka terus saja membuat kesaksian palsu. Pangeran malah semakin bersemangat untuk turut membuat ayahnya tersingkir dari singgasana, karena pemikiran yang dangkal dan ketidaktahuannya. Pangeran muda dengan kepolosannya tidak tahu bahwa itu hal yang berbahaya bagi kerajaan.
Akhirnya tibalah saat para penjahat dan pangeran membuat perang di desa yang tadinya sempat mereguk indahnya damai. Belum lama usai, sudah perang lagi, begitulah kira-kira. Ternyata, perang kali ini lebih dahsyat dari perang sebelumnya. Para penjahat merasa lebih bebas menghancurkan desa, tentu saja karena sekarang mereka bersama-sama dengan pangeran. Dengan begitu raja tidak akan mungkin menghukum mereka. Perang membawa kehancuran dan nyawa melayang lebih banyak. Tapi, sesungguhnya pangeran tidak tega melihat keadaan ini, karena pada dasarnya pangeran orang yang berhati lembut dan polos seperti ayahnya. Dan tanpa rasa bersalah sedikitpun para penjahat itu telah mencoreng-moreng kepolosan pangeran, hanya demi memuaskan rasa sakit hati mereka pada raja.
Berita kehancuran desa sampailah ke telinga raja, tentu saja hulubalang yang membawa berita itu. Ini taktik untuk membuat raja hancur. Raja pun semakin bersedih. Dia tidak tahu lagi harus bagaimana. “Kenapa semua ini harus terjadi padaku, Papa? Kenapa hidupku terus dilanda bencana? Aku harus bagaimana? Aku sangat mengasihi puteraku. Aku harus mengerahkan tentara untuk mengatasi yang mana dulu? Untuk terus mencari anakku atau mengerahkan mereka untuk menangkap penjahat? Aku benar-benar bingung, Papa. Tolonglah aku…”
Dalam kesendirian dia terus memikirkan cara terbaik, hingga akhirnya memutuskan untuk mendahulukan kepentingan kerajaan. Raja memerintahkan pasukan untuk menangkap semua penjahat kelas kakap itu, semuanya tanpa kecuali. Beruntung, akhirnya mereka semua bisa tertangkap oleh tentara kerajaan. “Kerja bagus, pasukan…”, ucap raja saat melihat barisan penjahat berbaris di seberang singgasananya. Dan hari ini adalah hari penghukuman bagi semua penjahat yang tertangkap itu. Mereka semua akan dihukum cambuk sebanyak 70 kurang satu kali.
Tiba-tiba raja melihat salah satu penjahat yang berdiri di paling pinggir barisan, dia tertunduk malu dan wajahnya penuh dengan bekas luka dan tonjokan. Hancur. Bonyok. Orang yang dilihat raja itu lebih cocoknya disebut bocah daripada seorang penjahat. Raja mulai merasakan ada yang berbeda dengan anak itu. Didekatinya bocah itu, dia tersadar, ya dia yakin itu adalah puteranya, putera yang sudah sekian lama dia rindukan.
Tanpa malu-malu, raja memeluk bocah itu dan tanpa sadar dia meneteskan air mata. Bocah itu hanya terpaku dalam diam. Dia sangat malu berdiri di sana. Biasanya dia tidak pernah berdiri di hadapan rakyat sebanyak ini. Dia sangat ketakutan, namun raja terus memeluk bocah itu dengan eratnya. Berbeda dengan si bocah yang merasa sangat malu, raja malah tidak peduli dengan semua mata yang memandangnya aneh. Yang terpenting baginya adalah putera kesayangannya telah kembali meski dengan penampilan yang lebih pantas disebut gembel.
Akhirnya, apapun ceritanya, hukuman cambuk harus tetap dijalankan, meskipun salah satu dari penjahat kelas kakap itu adalah pangeran. Meski bukan anak kandung, namun kasih raja kepada anak itu sungguh mendalam, melebihi apapun, mereka pernah hidup bersama dan sangat dekat. Hal itu pun dibuktikannya saat giliran pangeran untuk dihukum cambuk.
Semua mata penghuni kerajaan tertuju pada raja mereka. Semua terpaku saat melihat raja perlahan-lahan melepaskan jubah kemuliaannya, melepaskan kehormatan dan kebesarannya di depan semua rakyat dan bawahannya. Dia tidak peduli dengan pendapat mereka. Yang terpenting baginya adalah dia bisa menggantikan posisi anak yang sangat dikasihinya. Peraturan tetap peraturan. Tidak ada yang bisa menggantikan hukuman bagi anak di bawah umur selain orang tuanya sendiri. Dan raja siap untuk menggantikan hukuman cambuk yang biasanya dilakukan pada penjahat kelas kakap.
Cambukan, sebanyak 70 kurang satu kali. Bukanlah suatu hukuman ringan. Bukan hanya sakitnya. Tapi harga dirinya telah dikorbankan demi anaknya. Takhtanya. Nama baiknya. Cambukan, sebanyak 70 kurang satu kali. Satu demi satu, begitu menyakitkan. Hanya suara “Oowwhh…” yang terdengar dari mulut orang-orang yang memandangnya. Pangeran hanya bisa menangis memandang ayahnya dicambuki sedemikian kejamnya. Gara-gara kenakalannya dan kebodohannya, ayahnya sekarang harus menanggung deritanya. Pangeran menangis sesenggukan sambil berteriak, “Hentikan!” Suaranya hampir habis karena berteriak dan menangisi ayahnya. Rakyat yang lain pun tenggelam dalam pemandangan mengharukan itu.
Akan tetapi, suara kesakitan tidak pernah keluar dari mulut sang raja. Dia tidak mau terlihat lemah di hadapan orang-orang, terutama anaknya. Dia terus mencoba tersenyum menutupi rasa sakitnya. Dia terus tersenyum memandang anaknya, penuh kasih, seiring dengan cambukan yang satu-persatu terus menghantam tubuhnya, yang kini tampak berbekas-bekas biru. Tidak dihiraukannya lagi semua cambukan itu. Yang dipikirkannya hanyalah, setelah hukuman ini aku akan bisa hidup bersama anakku lagi. Hidup bahagia bersamanya. Seperti dulu lagi. Aku akan melakukannya demi anakku. Ya, demi cintaku padamu, Nak.
Satu cambukan lagi, maka berakhirlah, namun raja tetap tersenyum dalam kesakitannya. Pangeran berlari memeluk ayahnya yang sudah tidak berdaya lagi. Raja merasa sangat bahagia saat melihat puteranya yang dulu hilang, kini kembali lagi. Pangeran terus menangis melihat tubuh ayahnya yang kini sudah tidak jelas lagi. Darah membaur bersama kulit dan bekas cambukan. Pangeran tak kuasa menahan perih di hatinya, dia menyesal, sangat menyesal. Namun, tangisan pangeran hanya dibalas dengan senyuman yang berkata, “Lihat anakku, aku sangat mencintaimu. Bahkan terlalu mengasihimu.” Raja menutup kedua matanya dan tersenyum bahagia dalam pelukan anaknya.
His grace: GMS inspired by ATK