Pada suatu malam aku diajak oleh kedua temanku untuk berburu hantu di sebuah rumah tua dimana dulunya pernah terjadi pembunuhan.
“Aku dengar si pembunuh menjagal orang-orang ini,” kata salah satu temanku. “Pasti arwah mereka benar-benar marah.”
“Ya, aku dengar ini adalah pembantaian massal,” sahut temanku yang lain. “Rupanya, si pembunuh mencongkel mata sang suami dan membacok sang istri dengan pisau yang besar. Kemudian dia mencekik anak-anaknya hingga tewas.”
“Apakah kalian benar-benar serius?” tanyaku, “Atau kalian hanya menakut-nakutiku saja? Kalian tahu betapa takutnya aku terhadap hantu.”
Pintu depan pun kami buka, kami berjalan sambil berpegangan tangan karena di dalam sana gelap total dan kami hanya berbekal satu lampu senter. Kami menelusuri ruang tamu dan dapur, kemudian turun ke ruang bawah tanah dimana pembunuhan keji tersebut terjadi. Kami masih bisa melihat dengan jelas darah bercipratan di tembok. Tempat ini memang benar-benar mengerikan, tapi kami tidak melihat satupun kejanggalan atau sesuatu yang aneh.
Pada saat keluar dari ruang bawah tanah, aku bertanya kepada temanku, “Aku tidak melihat satupun hal yang aneh, bagaimana dengan kalian?”
“Aku tidak.”
“Aku juga tidak.”
“Aku tidak melihat apapun.”
Jadi memang benar-benar tidak ada hantu, aku merasa lega.